permasalahan pada beton
ABSTRAK:
Pada proyek-proyek konstruksi di lapangan saat proses konstruksi
maupun pasca
konstruksi seringkali
dapat kita jumpai beragam permasalahan, salah satunya adalah kerusakan pada
beton yang dapat
mengakibatkan melemahnya struktur. Kerusakan ini dapat kita jumpai pada elemen
struktur beton seperti
kolom, balok, pelat, dinding beton. Oleh sebab itu, perlunya untuk mencegah
kerusakan tersebut
dengan melakukan studi kasus mengenai penyebab kerusakan pada beton sehingga
penyebab kerusakan
dapat diketahui dan diminimalisir. Penelitian ini dilakukan dengan kerja sama
pihak aplikator dan
pengamatan di lapangan guna mendapatkan data-data yang relevan. Data-data
tersebut akan
dianalisa penyebab kerusakannya dengan membandingkan dengan teori para ahli,
kemudian didapatkan
hasil penyebab umum kerusakan beton dan memberikan saran pencegahan yang
dapat dilakukan.
Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan faktor-faktor penyebab kerusakan beton yaitu tinggi jatuh
pengecoran, kesalahan
pelepasan bekisting, kesalahan pembesian, vibrator, curing,
dilatasi
pengecoran, kegagalan
design, dan beban tambahan. Kesalahan penggunaan vibrator ternyata
merupakan faktor yang
paling dominan mengakibatkan kerusakan pada beton.
KATA
KUNCI: beton, penyebab kerusakan
1.
PENDAHULUAN
Pada proyek-proyek
konstruksi di lapangan saat proses konstruksi maupun pasca konstruksi
seringkali
dapat kita jumpai
beragam permasalahan, salah satunya adalah kerusakan pada beton. Kerusakan ini
dapat kita jumpai
pada elemen struktur beton seperti kolom, balok, pelat, dan dinding beton.
Permasalahan ini
sering mengakibatkan stake holder yang terkait dalam proyek menjadi
khawatir,
karena dampak
kerusakan tersebut dapat mengakibatkan melemahnya struktur jika terjadi pada
beton
elemen struktural.
Contoh kerusakan pada beton yang sering dijumpai di lapangan juga ada
bermacam-macam
seperti retak pada beton, dan voids atau honeycomb.
Berbagai jenis
kerusakan yang terjadi pada beton ini dapat diatasi dengan berbagai macam
perbaikan
pada beton. Namun
pada beberapa kasus, perbaikan pada beton yang kurang baik juga dapat
memperburuk keadaan
dan beresiko membuat kerusakan lain di bangunan. Oleh karena itu, untuk
mencegah kerusakan
pada beton, maka perlu untuk melakukan studi kasus mengenai penyebab
kerusakan pada beton
sehingga kerusakan pada beton ini bisa diminimalisir.
2.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mencari tahu penyebab umum kerusakan pada beton
yang
terdapat di wilayah
kota Surabaya dan memberikan pencegahan yang dilakukan untuk menghindari
kerusakan pada beton.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan dan informasi
kepeada pihak
praktisi di lapangan agar dapat melakukan pencegahan terlebih dahulu sebelum
terjadi
kerusakan pada beton
3.
LANDASAN TEORI
3.1.
Teori Retak
Retak dapat secara
luas diklasifikasikan sebagai retak struktural maupun non – struktural. Retak
struktural dapat
terjadi karena adanya kesalahan desain atau juga bisa terjadi karena beban yang
melebihi kapasitas
sehingga dapat membahayakan bangunan. Retak yang ekstensif/menyebar dari
balok beton bertulang
adalah salah satu contoh retak struktural. Retak non – struktural sebagian
besar
terjadi karena adanya
tegangan yang diinduksi secara internal dalam material bangunan dan umumnya
hal ini tidak
langsung mengakibatkan melemahnya struktur.
3.2.
Lebar Retak
Menurut Ghafur
(2009), retak dapat dikenali dengan tiga parameter yaitu lebarnya, panjangnya
dan
pola umumnya, lebar
retak ini sulit diukur karena bentuknya yang tidak teratur (irregular shape).
Pada
fase pengerasan beton
terdapat retak mikro, retak ini sulit dideteksi karena terlalu kecil.
Untuk melihat lebar retak
mikro biasanya dipergunakan Crack Microscope yang lebarnya bervariasi
antara 0,125 – 1,0 μm
(8 jam pertama setelah pencetakan). Lebar retak minimum yang dapat dilihat
oleh mata sebesar
0,13 mm (0,005 in), dikenal dengan retak mikro. Retak mikro apabila dibebani
akan
menjadi retak mayor
atau retak yang lebih besar. Lebar retak maksimum yang diijinkan dapat dilihat
3.3.
Jenis-Jenis Retak
3.3.1.
Retak Plastis Akibat Penyusutan
Retak ini terjadi
dalam waktu 1 sampai 8 jam setelah penempatan campuran beton, ketika beton
dengan sangat cepat
mengalami kehilangan air yang disebabkan beberapa faktor meliputi udara, suhu
beton, kelembapan,
dan kecepatan angin di permukaan beton. Ketika air menguap dari permukaan
beton yang baru saja
ditempatkan lebih cepat daripada bleed water, permukaan beton akan
menyusut.
Beton yang tidak
mengalami bleeding akan menyusut karena tahanan yang diberikan oleh
beton
dibawah lapisan
permukaan yang mengering. Tegangan – tegangan tarik berkembang di beton yang
lemah mengakibatkan
terjadinya retak-retak dangkal dengan berbagai kedalaman yang dapat
membentuk retak yang
acak, bentuk polygon (RDSO, 2004).
No
Jenis struktur dan kondisi Toleransi Lebar retak (mm)
1 Struktur dalam
ruangan, udara kering, pemberian lapisan kedap air 0,41
2 Struktur luar,
kelembaban sedang, tidak ada
pengaruh korosi 0,3
3 Struktur luar,
kelembaban tinggi, pengaruh kimiawi 0,18
4 dSitpruekntguarr
udheni goalenh k keoleromsbi a(bsaalnju t/iensg,g aii rd alanu t) 0,15
5 Struktur berkaitan
dengan air 0,1
3.3.2.
Retak Plastis Akibat Penurunan
Setelah pengecoran,
penggetaran, dan sampai beton selesai dicor, beton yang memiliki kecenderungan
untuk terus mampat.
Selama periode ini, beton plastis mungkin ditahan oleh tulangan, beton keras
yang ditempatkan
lebih dahulu, atau bekisting. Perletakan setempat ini dapat menyebabkan rongga
di
bawah tulangan dan
retak di atas tulangan. Ketika berhubungan dengan tulangan, retak plastis
akibat
penurunan meningkat
seiring dengan meningkatnya diameter tulangan, meningkatnya nilai slump,
dan
berkurangnya selimut
beton (Dakhil, et al., 1975).
3.3.3.
Drying Shrinkage Cracking
Susut akibat
pengeringan disebabkan dari kehilangan kadar air dari campuran semen, yang
dapat
menyusut hingga 1%.
Untungnya, partikel agregat memberikan tahanan internal yang mereduksi
besarnya perubahan
volume sekitar 0.06%. Pada sisi lain, beton cenderung mengembang ketika
dibasahi (peningkatan
volume bisa sebanding dengan besarnya penyusutan beton). Perubahan volume
akibat perubahan
kadar air ini adalah karakteristik dari beton. Kalau susut pada beton dapat
terjadi
tanpa batasan, beton
tidak akan retak. Akibat kombinasi dari susut dan batasan (diberikan oleh
bagian
lain dari struktur,
dari tanah dasar, atau dari kelembapan interior beton itu sendiri) yang
menyebabkan
berkembangnya
tegangan-tegangan tarik. Ketika batasan tegangan tarik dari material sudah
dilewati,
beton akan retak
3.3.4.
Concrete Crazing
Crazing
adalah pengembangan jaringan retak acak halus atau celah pada
permukaan beton yang
disebabkan oleh
penyusutan lapisan permukaan. Retak ini jarang lebih dalam dari 3mm, dan lebih
terlihat pada
permukaan yang tergenang secara berlebihan. Umumnya, retak craze berkembang
pada
usia dini dan
terlihat jelas sehari setelah penempatan atau setidaknya pada akhir hari
pertama.
Seringkali mereka
tidak mudah terlihat sampai permukaan telah dibasahi dan mulai kering. Mereka
tidak mempengaruhi
integritas struktural beton dan jarang mereka mempengaruhi daya tahan. Namun
permukaan craze tak
sedap di pandang (RDSO, 2004).
3.3.5.
Thermal Cracking
Perbedaan suhu dalam
struktur beton dapat disebabkan oleh bagian dari struktur kehilangan panas
hidrasi pada tingkat
yang berbeda, kondisi cuaca yang dingin, panas dari suatu bagian struktur yang
berubah. Perbedaan
suhu ini menghasilkan perubahan volume yang berbeda-beda, yang menyebabkan
retak. Perubahan suhu
mungkin disebabkan oleh salah satu pusat beton lebih panas dari bagian luar
karena pembebasan
panas selama hidrasi semen atau pendinginan yang lebih cepat yang relatif
antara
eksterior ke
interior. Kedua kasus mengakibatkan tegangan tarik pada eksterior dan, jika
kekuatan
tarik terlampaui,
retak akan terjadi
3.3.6.
Cracking due to Chemical Reaction
Reaksi kimia yang
merusak dapat menyebabkan retak pada beton. Reaksi ini mungkin terjadi karena
bahan yang digunakan
untuk membuat beton atau material lain yang bertemu dengan beton setelah
beton kering. Beton
dapat pecah seiring dengan waktu akibat reaksi ekspansif yang berkembang secara
perlahan antara
agregat yang mengandung silika aktif dan basa yang berasal dari hidrasi semen,
admixture
atau sumber eksternal (misalnya air curing, air tanah, dan
alkaline yang ditaruh atau
digunakan pada pada
permukaan beton yang sudah kering).
3.4.
Teori Voids dan Honeycomb
Lubang-lubang yang
relatif dalam dan lebar pada beton, dikenal dengan sebutan voids atau honeycomb
(Isnaeni, 2009). Voids
terbentuk ketika beton gagal untuk mengisi daerah-daerah dalam
bekisting ,
biasanya voids
terjadi karena adanya beton yang tertahan diakibatkan penempatan beton yang
terlalu
dalam, atau di daerah
yang jarak tulangannya terlalu dekat. Honeycomb
terbentuk ketika mortar gagal
untuk mengisi rongga
antara partikel kasar agregat. Penyebab honeycomb dan voids antara
lain slump
beton yang terlalu
rendah, segregasi, jarak antar tulangan yang terlalu dekat, pelaksanaan
pemadatan
yang kurang baik, dan
pelaksanaan penuangan yang tidak tepat. Hampir semua kerusakan kerusakan
voids
mengakibatkan kerusakan struktural sedangkan kerusakan honeycomb
bisa kerusakan struktural
maupun non struktural
tergantung lokasi dan luasnya honeycomb (Concrete Construction, 2000).
4.
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Kerangka Penelitian
Penelitian ini akan
dilakukan melalui beberapa tahapan :
- Pengumpulan data
melalui studi literatur sebagai informasi faktor-faktor apa saja yang dapat
mengakibatkan
kerusakan pada beton.
- Tahapan selanjutnya
adalah pengamatan di lapangan serta pengumpulan data. Ini dilakukan dengan
cara melakukan survei
langsung terhadap suatu proyek konstruksi..
- Setelah pengamatan
dan pengumpulan data selesai dilakukan maka data tersebut diolah dan dianalisa
untuk kemudian di
ambil kesimpulan.
4.2.
Jenis Data
Jenis data yang
digunakan terdiri dari 2 macam yaitu :
- Data Primer
Data primer diperoleh
langsung dari pengamatan di lapangan.
- Data Sekunder
Data sekunder
merupakan data pendukung yang bersumber dari literatur, serta jurnal maupun
referensi-referensi
yang ada
4.3.
Metode dan Proses Pengumpulan Data
- Studi literatur dan
wawancara
Langkah awal yang
akan dilakukan adalah melalui studi literatur dan wawancara dengan aplikator.
Pada studi literatur ini
akan dipelajari mengenai teori-teori dan pemahaman, baik dari buku, jurnal,
majalah, maupun
referensi-referensi yang berkaitan dengan kerusakan pada beton. Setelah
melakukan
studi literatur maka
mulai melakukan wawancara dengan aplikator untuk membandingkan teori yang
ada dengan kenyataan
yang terjadi.
- Pengamatan di
lapangan
Pengamatan di
lapangan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Pertama
memberitahukan kepada pihak aplikator atau praktisi di lapangan secara informal
dengan
tujuan untuk mendapat
ijin survei pada lokasi proyek dan memberitahukan maksud dan tujuan
kedatangan agar bisa
mendapatkan infromasi terkait penelitian.
b. Memasukan
permohonan surat pengantar kepada jurusan untuk pihak aplikator atau praktisi
di
lapangan.
c. Menyerahkan surat
pengantar dari jurusan kepada pihak aplikator atau praktisi di lapangan.
d. Melakukan survei
langsung di lapangan terkait dengan penelitian, mengambil bukti-bukti
dokumentasi dengan
kamera yang telah dipersiapkan, kemudian melakukan wawancara dengan
pihak aplikator dan
praktisi di lapangan mengenai kronologi terjadinya kerusakan pada beton
tersebut dan kemudian
meminta keterangan bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan.
e. Pembahasan hasil
penelitian
Data-data yang telah
didapatkan dari peninjauan di lapangan kemudian akan di didiskusikan
langsung dengan dosen
pembimbing, kemudian ditarik hasil dan kesimpulan yang juga sesuai
dengan studi
literatur yang digunakan.
f. Menyusun laporan
Dari data yang telah
di analisa dan telah ditarik kesimpulan, selanjutnya disusun menjadi laporan
akhir.
5.
HASIL PEMBAHASAN
Hasil pembahasan pada
proyek ini didapatkan dengan meneliti sebanyak 18 data proyek yang
mengalami kerusakan
pada beton. Data-data proyek tersebut kemudian dibuat tabel agar dapat
mencakup keseluruhan
isi penelitian.
5.1.
Rangkuman Kerusakan pada Beton
Penyebab kerusakan
pada beton secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :
Tabel
2. Penyebab Kerusakan pada Beton
No Jenis Struktur
Tipe Kerusakan Penyebab Kerusakan
1 Kolom
Voids
Vibrator
Honeycomb
Tinggi jatuh
pengecoran
Vibrator
Retak Beban tambahan
2 Balok
Voids
Kesalahan pembesian
Kesalahan pemasangan
bekisting
Vibrator
Retak
Kegagalan design
Beban tambahan
3 Pelat
Voids
Vibrator
Honeycomb
Vibrator
Retak
Curing
Beban tambahan
Kesalahan pelepasan
bekisting
Kegagalan design
4 Shear wall Voids
Vibrator
5 Dinding basement
Retak Kesalahan pembesian
5.2.
Jenis Struktur
Berdasarkan jenis
strukturnya sebanyak 8 proyek (36 %) terjadi kerusakan pada pelat, pada balok
sebanyak 6 proyek
(27%), pada kolom sebanyak 5 proyek (24%), pada shear wall terdapat 2
proyek
yang mengalami
kerusakan ( 9%), dan terkahir kerusakan pada dinding basement hanya terdapat
pada
1 proyek (5 %).
5.3.
Jenis Kerusakan
Berdasarkan jenis
kerusakannya maka terdapat 2 jenis kerusakan yaitu keropos(voids & honeycomb)
dan retak. Voids dan
honeycomb terdapat pada 11 kasus proyek (50%), sementara untuk retak
terdapat
pada 11 kasus proyek
(50%).
5.4.
Penyebab Kerusakan
Kesalahan tinggi
jatuh pengecoran terdapat pada 1 kasus proyek (4,17%), kesalahan pelepasan
bekisting terdapat
pada 1 kasus proyek (4,17%), kesalahan pemasangan bekisting terdapat pada 1
kasus proyek (4,17%),
kesalahan pembesian terdapat pada 4 kasus proyek (16,67%), kesalahan
vibrator
terdapat pada 8 kasus proyek (33,33%), kesalahan curing beton
terdapat pada 2 kasus proyek
(12,5%), kegagalan design
terdapat pada 2 kasus proyek (8,33%), dan yang terakhir beban tambahan
terdapat pada 5 kasus
proyek (20,83%). Presentase penyebab kerusakan beton dapat dilihat pada
6.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang
diberikan dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah :
1. Penyebab yang
berpotensi mengakibatkan kerusakan beton pada fase konstruksi adalah :
Permasalahan tinggi
jatuh pengecoran, kesalahan pembesian, kesalahan pelaksanaan vibrator,
kegagalan design,
dan kesalahan pemasangan bekisting.
2. Penyebab yang
berpotensi mengakibatkan kerusakan beton pada pasca konstruksi adalah :
Permasalahan
pelepasan bekisting, permasalahan curing, dan permasalahan mengenai
beban
tambahan.
3. Berdasarkan hasil
penelitian ini, penyebab kerusakan yang paling banyak terjadi pada fase
konstruksi
dikarenakan masalah pelaksanaan pemadatan dengan menggunakan vibrator.
Pemahaman pekerja
konstruksi di kota Surabaya akan pemadatan dengan menggunakan vibrator
masih kurang baik.
6.2.
Saran
Saran yang diberikan
dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah :
Sebaiknya dilakukan
pencegahan terlebih dahulu sebelum terjadi kerusakan pada beton. Berikut ini
adalah pencegahan
yang bisa dilakukan setelah mengetahui penyebab-penyebab kerusakan pada beton:
- Pencegahan mengenai
pengaturan tinggi jatuh pengecoran dapat dilakukan dengan membatasi
tinggi jatuh
pengecoran 3-4 ft. menggunakan tremie dan pada saat menjatuhkan campuran
harus secara
vertikal. Pengecoran harus dilakukan lapis demi lapis dengan tebal tiap lapis
tidak boleh lebih
tebal dari panjang batang penggetar dan tidak boleh lebih dari 500 mm.
- Pencegahan untuk
kesalahan vibrator adalah dengan memaksimalkan pemadatan yang dilakukan
dengan vibrator.
Pekerja konstruksi harus mengikuti prosedur cara penggunaan vibrator yang
benar dalam SNI
03-3976 (1995).
- Pencegahan untuk
kesalahan pembesian yaitu dengan melakukan pemeriksaan tulangan yang
terpasang sebelum
pemasangan bekisting oleh pelaksana dan pengawas. Desain penulangan dan
pemasangan tahu beton
juga harus diperhatikan sesuai dengan peraturan SNI.
‐ Pencegahan untuk penambahan beban adalah dengan diadakan diskusi
terlebih dahulu dengan
pihak konsultan
perencana. Bila tidak memungkinkan untuk diadakannya penambahan beban
maka harus dilakukan
perkuatan struktur sebelum adanya penambahan beban.
‐ Pencegahan untuk kegagalan design memastikan bahwa design
struktur tersebut sudah
sesuai dengan apa
yang direncanakan oleh konsultan struktur. Pada saat pelaksanaan pastikan
bahwa apa yang
dilaksanakan sudah sesuai dengan gambar rencana, untuk hal ini maka perlu
pengawasan ketat dari
pelaksana proyek dan pengawas proyek konstruksi tesebut agar tidak
terjadi kesalahan
dalam design sehingga mengakibatkan kegagalan struktur.
- Pencegahan yang
dapat dilakukan adalah sebelum melakukan pelepasan bekisting pelat
harus mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari pihak kontraktor dengan melihat hasil uji kuat
tekan, dari hasil uji
kuat tekan harus sesuai dengan desain yang direncanakan agar pada saat
pembukaan beksiting
struktur sudah bisa menerima beban sendiri dan beban pekerja.
- Pencegahan yang
dapat dilakukan untuk curing beton adalah dengan mengikuti
ketentuanketentuan
yang berlaku di SNI
03-3976 (1995) tentang lama curing dan cara curing yang benar.
7.
DAFTAR REFERENSI
ACI Committee 318M.
(2005). Building Code Requirements for Structural Concrete and
Commentary,
American Concrete Institute, Farmington Hills, MI.
Dakhil, F. H., Cady,
P. D., & Carrier, R. E. (1975). “Cracking of Fresh Concrete as Related to
Reinforcement.” ACI
Journal. Vol. 72, No. 1, 421-428.
Ghafur, A. (2009). Pengaruh
Penggunaan Abu Ampas Tebu terhadap Kuat Tekan dan Pola Retak
Beton.
Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Isnaeni, M. (2009).
“Kerusakan dan Perkuatan Struktur Beton Bertulang.” Jurnal Rekayasa.
Vol. 13,
No. 3, 259-260.
RDSO. (2004). Causes,
Evaluation and Repair of Cracks in Concrete, Research Designs and
Standards
Organisation, Lucknow.
Concrete
Construction. (2000). Honeycomb and Voids. Troubleshooting.
Retrieved march 5, 2014
from http://www.concreteconstruction.net/repair/troubleshooting-honeycomb-and-voids.aspx?df
pzone=general.
sumber : http://publication.petra.ac.id/index.php/teknik-sipil/article/view/2592/2313
Komentar
Posting Komentar